PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DARI KETIADAAN  
 Dalam                bentuk standarnya, teori Dentuman Besar (Big Bang) mengasumsikan bahwa                semua bagian jagat raya mulai mengembang secara serentak. Namun bagaimana                semua bagian jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan                mereka? Siapa yang memberikan perintah? 
(Andre Linde, Profesor Kosmologi.)  2 
Seabad yang lalu, penciptaan alam semesta adalah sebuah konsep                yang diabaikan para ahli astronomi. Alasannya adalah penerimaan umum                atas gagasan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu tak terbatas. Dalam                mengkaji alam semesta, ilmuwan beranggapan bahwa jagat raya hanyalah                akumulasi materi dan tidak mempunyai awal. Tidak ada momen "penciptaan",                yakni momen ketika alam semesta dan segala isinya muncul. Gagasan "keberadaan abadi" ini sesuai dengan pandangan orang                Eropa yang berasal dari filsafat materialisme. Filsafat ini, yang awalnya                dikembangkan di dunia Yunani kuno, menyatakan bahwa materi adalah satu-satunya                yang ada di jagat raya dan jagat raya ada sejak waktu tak terbatas dan                akan ada selamanya. Filsafat ini bertahan dalam bentuk-bentuk berbeda                selama zaman Romawi, namun pada akhir kekaisaran Romawi dan Abad Pertengahan,                materialisme mulai mengalami kemunduran karena pengaruh filsafat gereja                Katolik dan Kristen. Setelah Renaisans, materialisme kembali mendapatkan                penerimaan luas di antara pelajar dan ilmuwan Eropa, sebagian besar karena                kesetiaan mereka terhadap filsafat Yunani kuno. 
                     
Filsuf Jerman, Immanuel Kant adalah orang pertama yang mengajukan                    pernyataan "alam semesta tanpa batas" pada Zaman Baru. Tetapi penemuan                    ilmiah menggugurkan pernyataan Kant. |                 
 Immanuel Kant-lah yang pada masa Pencerahan Eropa, menyatakan                dan mendukung kembali materialisme. Kant menyatakan bahwa alam semesta                ada selamanya dan bahwa setiap probabilitas, betapapun mustahil, harus                dianggap mungkin. Pengikut Kant terus mempertahankan gagasannya tentang                alam semesta tanpa batas beserta materialisme. Pada awal abad ke-19, gagasan                bahwa alam semesta tidak mempunyai awal- bahwa tidak pernah ada momen                ketika jagat raya diciptakan-secara luas diterima. Pandangan ini dibawa                ke abad ke-20 melalui karya-karya materialis dialektik seperti Karl Marx                dan Friedrich Engels. Pandangan tentang alam semesta tanpa batas sangat sesuai                dengan ateisme. Tidak sulit melihat alasannya. Untuk meyakini bahwa alam                semesta mempunyai permulaan, bisa berarti bahwa ia diciptakan dan itu                berarti, tentu saja, memerlukan pencipta, yaitu Tuhan. Jauh lebih mudah                dan aman untuk menghindari isu ini dengan mengajukan gagasan bahwa "alam                semesta ada selamanya", meskipun tidak ada dasar ilmiah sekecil apa pun                untuk membuat klaim seperti itu. Georges Politzer, yang mendukung dan                mempertahankan gagasan ini dalam buku-bukunya yang diterbitkan pada                awal abad ke-20, adalah pendukung setia Marxisme dan Materialisme. Dengan mempercayai kebenaran model "jagat raya tanpa batas",                Politzer menolak gagasan penciptaan dalam bukunya Principes Fondamentaux                de Philosophie ketika dia menulis: Alam semesta bukanlah objek yang diciptakan,                jika memang demikian, maka jagat raya harus diciptakan secara seketika                oleh Tuhan dan muncul dari ketiadaan. Untuk mengakui penciptaan, orang                harus mengakui, sejak awal, keberadaan momen ketika alam semesta tidak                ada, dan bahwa sesuatu muncul dari ketiadaan. Ini pandangan yang tidak                bisa diterima sains. 3Politzer menganggap sains berada di pihaknya dalam pembelaannya                terhadap gagasan alam semesta tanpa batas. Kenyataannya, sains merupakan                bukti bahwa jagat raya sungguh-sungguh mempunyai permulaan. Dan seperti                yang dinyatakan Politzer sendiri, jika ada penciptaan maka harus ada penciptanya.  
Pengembangan Alam Semesta dan Penemuan Dentuman                Besar Tahun 1920-an adalah tahun yang penting dalam perkembangan                astronomi modern. Pada tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman,                menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta                tidaklah statis dan bahwa impuls kecil pun mungkin cukup untuk menyebabkan                struktur keseluruhan mengembang atau mengerut menurut Teori Relativitas                Einstein. George Lemaitre adalah orang pertama yang menyadari apa arti                perhitungan Friedman. Berdasarkan perhitungan ini, astronomer Belgia,                Lemaitre, menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan bahwa                ia mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya. Dia juga                menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate of radiation) dapat digunakan                sebagai ukuran akibat (aftermath) dari "sesuatu" itu. 
                    
Edwin Hubble menemukan bahwa alam semesta mengembang. Pada akhirnya                      dia menemukan bukti "Ledakan Besar", peristiwa besar yang penemuannya                      memaksa ilmuwan meninggalkan anggapan alam semesta tanpa batas dan                      abadi.  |                 
 Pemikiran teoretis kedua ilmuwan ini tidak menarik banyak                perhatian dan barangkali akan terabaikan kalau saja tidak ditemukan bukti                pengamatan baru yang mengguncangkan dunia ilmiah pada tahun 1929. Pada                tahun itu, astronomer Amerika, Edwin Hubble, yang bekerja di Observatorium                Mount Wilson California, membuat penemuan paling penting dalam sejarah                astronomi. Ketika mengamati sejumlah bintang melalui teleskop raksasanya,                dia menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung                merah spektrum, dan bahwa pergeseran itu berkaitan langsung dengan jarak                bintang-bintang dari bumi. Penemuan ini mengguncangkan landasan model                alam semesta yang dipercaya saat itu. Menurut aturan fisika yang diketahui, spektrum berkas cahaya                yang mendekati titik observasi cenderung ke arah ungu, sementara spektrum                berkas cahaya yang menjauhi titik observasi cenderung ke arah merah. (Seperti                suara peluit kereta yang semakin samar ketika kereta semakin jauh dari                pengamat). Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa menurut hukum ini, benda-benda                luar angkasa menjauh dari kita. Tidak lama kemudian, Hubble membuat penemuan                penting lagi; bintang-bintang tidak hanya menjauh dari bumi; mereka juga                menjauhi satu sama lain. Satu-satunya kesimpulan yang bisa diturunkan                dari alam semesta di mana segala sesuatunya saling menjauh adalah bahwa                alam semesta dengan konstan "mengembang". Hubble menemukan bukti pengamatan untuk sesuatu yang telah                "diramalkan" George Lamaitre sebelumnya, dan salah satu pemikir terbesar                zaman kita telah menyadari ini hampir lima belas tahun lebih awal. Pada                tahun 1915, Albert Einstein telah menyimpulkan bahwa                alam semesta tidak mungkin statis dengan perhitungan-perhitungan berdasarkan                teori relativitas yang baru ditemukannya (yang mengantisipasi kesimpulan                Friedman dan Lemaitre). Terkejut oleh temuannya, Einstein menambahkan                "konstanta kosmologis" pada persamaannya agar muncul "jawaban yang benar",                karena para ahli astronomi meyakinkan dia bahwa alam semesta itu statis                dan tidak ada cara lain untuk membuat persamaannya sesuai dengan model                seperti itu. Beberapa tahun kemudian, Einstein mengakui bahwa konstanta                kosmologis ini adalah kesalahan terbesar dalam karirnya. Penemuan Hubble bahwa alam semesta mengembang memunculkan                model lain yang tidak membutuhkan tipuan untuk menghasilkan persamaan                sesuai dengan keinginan. Jika alam semesta semakin besar sejalan dengan                waktu, mundur ke masa lalu berarti alam semesta semakin kecil; dan jika                seseorang bisa mundur cukup jauh, segala sesuatunya akan mengerut dan                bertemu pada satu titik. Kesimpulan yang harus diturunkan dari model                ini adalah bahwa pada suatu saat, semua materi di alam semesta ini terpadatkan                dalam massa satu titik yang mempunyai "volume nol" karena                gaya gravitasinya yang sangat besar. Alam semesta kita muncul dari hasil                ledakan massa yang mempunyai volume nol ini. Ledakan ini mendapat sebutan                "Dentuman Besar" dan keberadaannya telah berulang-ulang                ditegaskan dengan bukti pengamatan. Ada kebenaran lain yang ditunjukkan Dentuman Besar ini. Untuk                mengatakan bahwa sesuatu mempunyai volume nol adalah sama saja dengan                mengatakan sesuatu itu "tidak ada". Seluruh alam semesta diciptakan dari                "ketidakadaan" ini. Dan lebih jauh, alam semesta mempunyai permulaan,                berlawanan dengan pendapat materialisme, yang mengatakan bahwa "alam                semesta sudah ada selamanya".  
Hipotesis "Keadaan-Stabil" Teori Dentuman Besar dengan cepat                diterima luas oleh dunia ilmiah karena bukti-bukti yang jelas. Namun,                para ahli astronomi yang memihak materialisme dan setia pada gagasan alam                semesta tanpa batas yang dituntut paham ini menentang Dentuman Besar dalam                usaha mereka mempertahankan doktrin fundamental ideologi mereka. Alasan                mereka dijelaskan oleh ahli astronomi Inggris, Arthur Eddington, yang                berkata, "Secara filosofis, pendapat tentang permulaan yang tiba-tiba                dari keteraturan alam sekarang ini bertentangan denganku." 4Ahli astronomi lain yang menentang teori Dentuman Besar adalah                Fred Hoyle. Sekitar pertengahan abad ke-20 dia mengemukakan sebuah model                baru yang disebutnya "keadaan-stabil", yang tak lebih suatu perpanjangan                gagasan abad ke-19 tentang alam semesta tanpa batas. Dengan menerima bukti-bukti                yang tidak bisa disangkal bahwa jagat raya mengembang, dia berpendapat                bahwa alam semesta tak terbatas, baik dalam dimensi maupun waktu. Menurut                model ini, ketika jagat raya mengembang, materi baru terus-menerus muncul                dengan sendirinya dalam jumlah yang tepat sehingga alam semesta tetap                berada dalam "keadaan-stabil". Dengan satu tujuan jelas mendukung dogma                "materi sudah ada sejak waktu tak terbatas", yang merupakan basis filsafat                materialis, teori ini mutlak bertentangan dengan "teori Dentuman Besar",                yang menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan. Pendukung teori                keadaan-stabil Hoyle tetap berkeras menentang Dentuman Besar selama bertahun-tahun.                Namun, sains menyangkal mereka.  
Kemenangan Dentuman Besar Pada tahun 1948, George Gamov mengembangkan perhitungan George                Lemaitre lebih jauh dan menghasilkan gagasan baru mengenai Dentuman Besar.                Jika alam semesta terbentuk dalam sebuah ledakan besar yang tiba-tiba,                maka harus ada sejumlah tertentu radiasi yang ditinggalkan dari ledakan                tersebut. Radiasi ini harus bisa dideteksi, dan lebih jauh, harus sama                di seluruh alam semesta. 
                     
Pernyataan Sir Arthur Eddington bahwa "pendapat tentang permulaan                    yang tiba-tiba dari keteraturan alam sekarang ini bertentangan denganku,"                    adalah pengakuan bahwa Ledakan Besar telah menimbulkan keresahan di                    kalangan materialis. |                 
 Dalam dua dekade, bukti pengamatan dugaan Gamov diperoleh.                Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penzias dan Robert Wilson                menemukan sebentuk radiasi yang selama ini tidak teramati. Disebut "radiasi                latar belakang kosmik", radiasi ini tidak seperti apa pun yang                berasal dari seluruh alam semesta karena luar biasa seragam. Radiasi ini                tidak dibatasi, juga tidak mempunyai sumber tertentu; alih-alih, radiasi                ini tersebar merata di seluruh jagat raya. Segera disadari bahwa radiasi                ini adalah gema Dentuman Besar, yang masih menggema balik sejak momen                pertama ledakan besar tersebut. Gamov telah mengamati bahwa frekuensi                radiasi hampir mempunyai nilai yang sama dengan yang telah diperkirakan                oleh para ilmuwan sebelumnya. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah                Nobel untuk penemuan mereka. Pada tahun 1989, George Smoot dan tim NASA-nya meluncurkan                sebuah satelit ke luar angkasa. Sebuah instrumen sensitif yang disebut                "Cosmic Background Emission Explorer" (COBE) di dalam satelit                itu hanya memerlukan delapan menit untuk mendeteksi dan menegaskan tingkat                radiasi yang dilaporkan Penzias dan Wilson. Hasil ini secara pasti menunjukkan                keberadaan bentuk rapat dan panas sisa dari ledakan yang menghasilkan                alam semesta. Kebanyakan ilmuwan mengakui bahwa COBE telah berhasil menangkap                sisa-sisa Dentuman Besar. 
                     
Radiasi Latar Belakang Kosmik yang ditemukan oleh Penzias dan Wilson                    dianggap sebagai bukti Ledakan Besar yang tak terbantahkan oleh dunia                    ilmiah.  |                 
 Ada lagi bukti-bukti yang muncul untuk Dentuman Besar. Salah                satunya berhubungan dengan jumlah relatif hidrogen dan helium di alam                semesta. Pengamatan menunjukkan bahwa campuran kedua unsur ini di alam                semesta sesuai dengan perhitungan teoretis dari apa yang seharusnya tersisa                setelah Dentuman Besar. Bukti itu memberikan tusukan lagi ke jantung teori                keadaan-stabil karena jika jagat raya sudah ada selamanya dan tidak mempunyai                permulaan, semua hidrogennya telah terbakar menjadi helium. Dihadapkan pada bukti seperti itu, Dentuman Besar memperoleh                persetujuan dunia ilmiah nyaris sepenuhnya. Dalam sebuah artikel edisi                Oktober 1994, Scientific American menyatakan bahwa model Dentuman                Besar adalah satu-satunya yang dapat menjelaskan pengembangan terus menerus                alam semesta dan hasil-hasil pengamatan lainnya. Setelah mempertahankan teori Keadaan-Stabil                bersama Fred Hoyle, Dennis Sciama menggambarkan dilema mereka di hadapan                bukti Dentuman Besar. Dia berkata bahwa semula dia mendukung Hoyle, namun                setelah bukti mulai menumpuk, dia harus mengakui bahwa pertempuran telah                usai dan bahwa teori keadaan-stabil harus ditinggalkan. 5 
Siapa yang Menciptakan Alam Semesta dari                Ketiadaan? Dengan kemenangan Dentuman Besar, tesis "alam semesta tanpa                batas", yang membentuk basis bagi dogma materialis, dibuang ke tumpukan                sampah sejarah. Namun bagi materialis, muncul pula dua pertanyaan yang                tidak mengenakkan: Apa yang sudah ada sebelum Dentuman Besar? Dan kekuatan                apa yang telah menyebabkan Dentuman Besar sehingga memunculkan alam semesta                yang tidak ada sebelumnya? Materialis seperti Arthur Eddington menyadari bahwa jawaban                untuk pertanyaan-pertanyaan ini dapat mengarah pada keberadaan pencipta                agung dan itu tidak mereka sukai. Filsuf ateis, Anthony Flew, mengomentari                masalah ini: Jelas sekali, pengakuan itu                baik bagi jiwa. Oleh karena itu, saya akan mulai dengan mengakui bahwa                penganut ateis Stratonis harus merasa malu dengan konsensus kosmologis                dewasa ini. Karena tampaknya para ahli kosmologi menyediakan bukti ilmiah                untuk apa yang dianggap St. Thomas tidak terbukti secara filosofis; yaitu,                bahwa alam semesta mempunyai permulaan. Selama alam semesta dapat dengan                mudah dianggap tidak hanya tanpa akhir, namun juga tanpa permulaan, akan                tetap mudah untuk mendesak bahwa keberadaannya yang tiba-tiba, dan apa                pun yang ditemukan menjadi ciri-cirinya yang paling mendasar, harus diterima                sebagai penjelasan akhir. Meskipun saya mempercayai bahwa teori itu (alam                semesta tanpa batas) masih benar, tentu saja tidak mudah atau nyaman untuk                mempertahankan posisi ini di hadapan kisah Dentuman Besar. 6Banyak ilmuwan yang tidak mau memaksakan diri menjadi ateis                menerima dan mendukung keberadaan pencipta yang mempunyai kekuatan tak                terbatas. Misalnya, ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross, menyatakan Pencipta                jagat raya, yang berada di atas segala dimensi fisik, sebagai: Secara definisi, waktu adalah dimensi                di mana fenomena sebab-dan-akibat terjadi. Tidak ada waktu, tidak ada                sebab dan akibat. Jika permulaan waktu sama dengan permulaan alam semesta,                seperti yang dikatakan teorema ruang-waktu, maka sebab alam semesta haruslah                entitas yang bekerja dalam dimensi waktu yang sepenuhnya mandiri dan hadir                lebih dulu daripada dimensi waktu kosmos... ini berarti bahwa Pencipta                itu transenden, bekerja di luar batasan-batasan dimensi alam semesta.                Ini berarti bahwa Tuhan bukan alam semesta itu sendiri, dan Tuhan juga                tidak berada di dalam alam semesta. 7 
Penolakan terhadap Penciptaan dan Mengapa                Teori-Teori Itu Bercacat Sangat jelas bahwa Dentuman Besar berarti penciptaan alam                semesta dari ketiadaan dan ini pasti bukti keberadaan pencipta yang berkehendak.                Mengenai fakta ini, beberapa ahli astronomi dan fisika materialis telah                mencoba mengemukakan penjelasan alternatif untuk membantah kenyataan ini.                Rujukan sudah dibuat dari teori keadaan-stabil dan ditunjukkan ke mana                kaitannya, oleh mereka yang tidak merasa nyaman dengan pendapat "penciptaan                dari ketiadaan" meskipun bukti berbicara lain, sebagai usaha mempertahankan                filsafat mereka. Ada pula sejumlah model yang telah dikemukakan oleh materialis                yang menerima teori Dentuman Besar namun mencoba melepaskannya dari gagasan                penciptaan. Salah satunya adalah model alam semesta "berosilasi"; dan                yang lainnya adalah "model alam semesta kuantum". Mari kita kaji teori-teori                ini dan melihat mengapa keduanya tidak berdasar. Model alam semesta berosilasi dikemukakan                oleh para ahli astronomi yang tidak menyukai gagasan bahwa Dentuman Besar                adalah permulaan alam semesta. Dalam model ini, dinyatakan bahwa pengembangan                alam semesta sekarang ini pada akhirnya akan membalik pada suatu waktu                dan mulai mengerut. Pengerutan ini akan menyebabkan segala sesuatu runtuh                ke dalam satu titik tunggal yang kemudian akan meledak lagi, memulai pengembangan                babak baru. Proses ini, kata mereka, berulang dalam waktu tak terbatas.                Model ini juga menyatakan bahwa alam semesta sudah mengalami transformasi                ini tak terhingga kali dan akan terus demikian selamanya. Dengan kata                lain, alam semesta ada selamanya namun mengembang dan runtuh pada interval                berbeda dengan ledakan besar menandai setiap siklusnya. Alam semesta tempat                kita tinggal merupakan salah satu alam semesta tanpa batas itu yang sedang                melalui siklus yang sama. Ini tak lebih dari usaha lemah untuk                menyelaraskan fakta Dentuman Besar terhadap pandangan tentang alam semesta                tanpa batas. Skenario tersebut tidak didukung oleh hasil-hasil riset ilmiah                selama 15-20 tahun terakhir, yang menunjukkan bahwa alam semesta yang                berosilasi seperti itu tidak mungkin terjadi. Lebih jauh, hukum-hukum                fisika tidak bisa menerangkan mengapa alam semesta yang mengerut harus                meledak lagi setelah runtuh ke dalam satu titik tunggal: ia harus tetap                seperti apa adanya. Hukum-hukum fisika juga tidak bisa menerangkan mengapa                alam semesta yang mengembang harus mulai mengerut lagi. 8Bahkan kalaupun kita menerima bahwa                mekanisme yang membuat siklus mengerut-meledak-mengembang ini benar-benar                ada, satu hal penting adalah bahwa siklus ini tidak bisa berlanjut selamanya,                seperti anggapan mereka. Perhitungan untuk model ini menunjukkan bahwa                setiap alam semesta akan mentransfer sejumlah entropi kepada alam semesta                berikutnya. Dengan kata lain, jumlah energi berguna yang tersedia menjadi                berkurang setiap kali, dan setiap alam semesta akan terbuka lebih lambat                dan mempunyai diameter lebih besar. Ini akan menyebabkan alam semesta                yang terbentuk pada babak berikutnya menjadi lebih kecil dan begitulah                seterusnya, sampai pada akhirnya menghilang menjadi ketiadaan. Bahkan                jika alam semesta "buka dan tutup" ini dapat terjadi, mereka tidak bertahan                selamanya. Pada satu titik, akan diperlukan "sesuatu" untuk diciptakan                dari "ketiadaan". 9Singkatnya, model alam semesta "berosilasi" merupakan fantasi                tanpa harapan yang realitas fisiknya tidak mungkin. "Model alam semesta kuantum" adalah usaha                lain untuk membersihkan teori Dentuman Besar dari implikasi penciptaannya.                Pendukung model ini mendasarkannya pada observasi fisika kuantum (subatomik).                Dalam fisika kuantum, diamati bahwa partikel-partikel subatomik muncul                dan menghilang secara spontan dalam ruang hampa. Menginterpretasikan                pengamatan ini sebagai "materi dapat muncul pada tingkat kuantum, ini                merupakan sebuah sifat yang berkenaan dengan materi", beberapa ahli fisika                mencoba menjelaskan asal materi dari ketiadaan selama penciptaan alam                semesta sebagai "sifat yang berkenaan dengan materi" dan menyatakannya                sebagai bagian dari hukum-hukum alam. Dalam model ini, alam semesta kita                diinterpretasikan sebagai partikel subatomik di dalam partikel yang lebih                besar. Akan tetapi, silogisme ini sama sekali tidak mungkin dan                bagaimanapun tidak bisa menjelaskan bagaimana alam semesta terjadi. William                Lane Craig, penulis The Big Bang: Theism and Atheism, menjelaskan alasannya: Ruang hampa mekanis kuantum yang menghasilkan                partikel materi adalah jauh dari gagasan umum tentang "ruang hampa" (yang                berarti tidak ada apa-apa). Melainkan, ruang hampa kuantum adalah lautan                partikel yang terus-menerus terbentuk dan menghilang, yang meminjam energi                dari ruang hampa untuk keberadaan mereka yang singkat. Ini bukan "ketiadaan",                sehingga partikel materi tidak muncul dari "ketiadaan". 10Jadi, dalam fisika kuantum, materi "tidak ada kalau sebelumnya                tidak ada." Yang terjadi adalah bahwa energi lingkungan tiba-tiba menjadi                materi dan tiba-tiba pula menghilang menjadi energi lagi. Singkatnya,                tidak ada kondisi "keberadaan dari ketiadaan" seperti klaim mereka. Dalam fisika, tidak lebih sedikit daripada yang terdapat                dalam cabang-cabang ilmu alam lain, terdapat ilmuwan-ilmuwan ateis yang                tidak ragu menyamarkan kebenaran dengan mengabaikan titik-titik kritis                dan detail-detail dalam usaha mereka mendukung pandangan materialis dan                mencapai tujuan mereka. Bagi mereka, jauh lebih penting mempertahankan                materialisme dan ateisme daripada mengungkapkan fakta-fakta dan kenyataan                ilmiah. Dihadapkan pada                realitas yang disebutkan di atas, kebanyakan ilmuwan membuang model alam                semesta kuantum. C.J Isham menjelaskan bahwa "model ini tidak diterima                secara luas karena kesulitan-kesulitan yang dibawanya."  11                Bahkan sebagian pencetus gagasan ini, seperti Brout dan Spindel, telah                meninggalkannya. 12Sebuah versi terbaru yang dipublikasikan lebih luas dari                model alam semesta kuantum diajukan oleh ahli fisika, Stephen                Hawking. Dalam bukunya, A Brief History of Time, Hawking                menyatakan bahwa Dentuman Besar tidak harus berarti keberadaan dari ketiadaan.                Alih-alih "tiada waktu" sebelum Dentuman Besar, Hawking mengajukan konsep                "waktu imajiner". Menurut Hawking, hanya ada selang waktu imajiner 1043                detik sebelum Dentuman Besar terjadi dan waktu "nyata" terbentuk setelah                itu. Harapan Hawking ha nyalah untuk mengabaikan kenyataan "ketiadaan                waktu" (timelessness) sebelum Dentuman Besar dengan gagasan waktu "imajiner"                ini. 
                     
Stephen Hawking juga mencoba mengajukan penjelasan berbeda untuk Ledakan                    Besar selain Penciptaan seperti yang dilakukan ilmuwan materialis                    lainnya dengan mengandalkan kontradiksi dan konsep keliru. |                 
 Sebagai sebuah konsep, "waktu imajiner" sama saja dengan                nol atau seperti "tidak ada"nya jumlah imajiner orang dalam ruangan atau                jumlah imajiner mobil di jalan. Di sini Hawking hanya bermain dengan kata-kata.                Dia menyatakan bahwa persamaan itu benar kalau mereka dihubungkan dengan                waktu imajiner, namun kenyataannya ini tidak ada artinya. Ahli matematika,                Sir Herbert Dingle, menyebut kemungkinan memalsukan hal-hal imajiner sebagai                hal nyata dalam matematika sebagai: Dalam bahasa matematika, kita                bisa mengatakan kebohongan di samping kebenaran, dan dalam cakupan matematika                sendiri, tidak ada cara yang mungkin untuk membedakan satu dengan lainnya.                Kita dapat membedakan keduanya hanya dengan pengalaman atau dengan penalaran                di luar matematika, yang diterapkan pada hubungan yang mungkin antara                solusi matematika dan korelasi fisiknya. 13Singkatnya, solusi imajiner atau teoretis                matematika tidak perlu mengandung konsekuensi benar atau nyata. Menggunakan                sifat yang hanya dimiliki matematika, Hawking menghasilkan hipotesis yang                tidak berkaitan dengan kenyataan. Namun apa alasan yang mendorongnya melakukan                ini? Hawking mengakui bahwa dia lebih menyukai model alam semesta selain                dari Dentuman Besar karena yang terakhir ini "mengisyaratkan penciptaan                ilahiah", dan model-model seperti itu dirancang untuk ditentang. 14Semua ini menunjukkan bahwa model alternatif dari Dentuman                Besar, seperti keadaan-stabil, model alam semesta berosilasi, dan model                alam semesta kuantum, kenyataannya timbul dari prasangka filosofis materialis.                Penemuan-penemuan ilmiah telah menunjukkan realitas Dentuman Besar dan                bahkan dapat menjelaskan "keberadaan dari ketiadaan". Dan ini merupakan                bukti sangat kuat bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah, satu hal yang                mentah-mentah ditolak materialis.  Sebuah contoh penolakan Dentuman Besar bisa                ditemukan dalam esai oleh John Maddox, editor majalah Nature (majalah                materialis), yang muncul pada tahun 1989. Dalam " Down with the                Big Bang", Maddox menyatakan Dentuman Besar tidak dapat diterima                secara filosofis karena  teori ini membantu teologis dengan menyediakan                dukungan kuat untuk gagasan-gagasan mereka. Penulis itu juga                meramalkan bahwa Dentuman Besar akan runtuh dan bahwa dukungan untuknya                akan menghilang dalam satu dekade. 15                Maddox hanya bisa merasa semakin resah karena penemuan-penemuan selama                sepuluh tahun berikutnya memberikan bukti semakin kuat akan keberadaan                Dentuman Besar. Sebagian materialis bertindak dengan lebih menggunakan akal                sehat mengenai hal ini. Materialis Inggris, H.P. Lipson menerima kebenaran                penciptaan, meskipun "tidak dengan senang hati", ketika dia berkata: Jika materi hidup bukan disebabkan oleh                interaksi atom-atom, kekuatan alam, dan radiasi, bagaimana dia muncul?....                Namun saya pikir,  kita harus... mengakui bahwa satu-satunya penjelasan                yang bisa diterima adalah penciptaan. Saya tahu bahwa ini sangat                dibenci para ahli fisika, demikian pula saya, namun kita tidak boleh menolak                apa yang tidak kita sukai jika bukti eksperimental mendukungnya. 16Sebagai kesimpulan, kebenaran yang terungkap oleh ilmu alam                adalah: Materi dan waktu telah dimunculkan menjadi ada oleh pemilik kekuatan                besar yang mandiri, oleh Pencipta. Allah, Pemilik kekuatan, pengetahuan,                dan kecerdasan mutlak, telah menciptakan alam semesta tempat tinggal kita.  
Tanda-Tanda Al Quran  Selain menjelaskan alam semesta, model Dentuman Besar mempunyai                implikasi penting lain. Seperti yang ditunjukkan dalam kutipan dari Anthony                Flew di atas, ilmu alam telah membuktikan pandangan yang selama ini hanya                didukung oleh sumber-sumber agama. Kebenaran yang dipertahankan oleh sumber-sumber agama adalah                realitas penciptaan dari ketiadaan. Ini telah dinyatakan dalam kitab-kitab                suci yang telah berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi manusia selama ribuan                tahun. Dalam semua kitab suci seperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru,                dan Al Quran, dinyatakan bahwa alam semesta dan segala isinya diciptakan                dari ketiadaan oleh Allah. Dalam satu-satunya kitab yang diturunkan Allah yang telah                bertahan sepenuhnya utuh, Al Quran, ada pernyataan tentang penciptaan                alam semesta dari ketiadaan, di samping bagaimana kemunculannya sesuai                dengan ilmu pengetahuan abad ke-20, meskipun diungkapkan 14 abad yang                lalu. Pertama, penciptaan alam semesta dari ketiadaan diungkapkan                dalam Al Quran sebagai berikut:  "Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak                padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan                Dia mengetahui segala sesuatu." (QS. Al An'aam, 6: 101)  Aspek penting lain yang diungkapkan dalam Al Quran empat                belas abad sebelum penemuan modern Dentuman Besar dan temuan-temuan yang                berkaitan dengannya adalah bahwa ketika diciptakan, alam semesta menempati                volume yang sangat kecil: "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya                langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami                pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu                yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS. Al Anbiyaa',                21: 30)  Terjemahan ayat di atas mengandung pemilihan kata yang sangat                penting dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Kata ratk diterjemahkan                sebagai "suatu yang padu" yang berarti "bercampur, bersatu"                dalam kamus bahasa Arab. Kata itu digunakan untuk merujuk dua zat berbeda                yang menjadi satu. Frasa "Kami pisahkan" diterjemahkan dari kata kerja                bahasa Arab, fatk yang mengandung makna bahwa sesuatu terjadi                dengan memisahkan atau menghancurkan struktur ratk. Tumbuhnya                biji dari tanah adalah salah satu tindakan yang menggunakan kata kerja                ini. Mari kita tinjau lagi ayat tersebut dengan pengetahuan ini                di benak kita. Dalam ayat itu, langit dan bumi pada mulanya berstatus                ratk. Mereka dipisahkan (fatk) dengan satu muncul dari                yang lainnya. Menariknya, para ahli kosmologi berbicara tentang "telur                kosmik" yang mengandung semua materi di alam semesta sebelum Dentuman                Besar. Dengan kata lain, semua langit dan bumi terkandung dalam telur                ini dalam kondisi ratk. Telur kosmik ini meledak dengan dahsyat                menyebabkan materinya menjadi fatk dan dalam proses itu terciptalah struktur                keseluruhan alam semesta. Kebenaran lain yang terungkap dalam Al Quran adalah pengembangan                jagat raya yang ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan Hubble tentang                pergeseran merah dalam spektrum cahaya bintang diungkapkan dalam Al Quran                sebagai berikut:  "Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesung-guhnya                Kami benar-benar meluaskannya." (QS. Adz-Dzaariyat, 51: 47)  Singkatnya, temuan-temuan ilmu alam modern mendukung kebenaran                yang dinyatakan dalam Al Quran dan bukan dogma materialis. Materialis                boleh saja menyatakan bahwa semua itu "kebetulan", namun fakta yang jelas                adalah bahwa alam semesta terjadi sebagai hasil penciptaan dari pihak                Allah dan satu-satunya pengetahuan yang benar tentang asal mula alam semesta                ditemukan dalam firman Allah yang diturunkan kepada kita.  |